Senin, 07 Februari 2011

Lagi2 Ahmadiyah

Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menginvestigasi bentrok di Cikeusik, Pandeglang, Banten yang menewaskan tiga orang. Untuk mendalami kasus, Cikeusik, MUI akan membentuk tim pencari fakta (TPF).

"Anggota TPF ini dari kami (MUI) dan ormas Islam," kata Ketua MUI Amidhan Senin (7/2/2011) malam. Amidhan mengatakan TPF ini tidak beranggotakan perwakilan dari Ahmadiyah. "Mereka pasti membentuk TPF sendiri." Melalui jejaring di daerah, dia menjelaskan, MUI sudah mengumpulkan informasi awal terkait penyebab bentrokan Minggu, 6 Februari 2011 yang lalu. "Ini perlu diinvestigasi karena ada indikasi provokasi," ujar dia.

Berdasarkan informasi yang diperoleh MUI, 18 jemaah Ahmadiyah yang datang dengan dua mobil diduga melakukan tindakan yang kurang menyenangkan kepada warga sekitar. "Mereka mengatakan akan mempertahankan Ahmadiyah sampai titik darah penghabisan. Padahal, ada warga yang sudah mengontak mereka untuk mendinginkan situasi," jelas Amidhan.

Sejumlah warga dan polisi pun sudah meminta agar jemaah Ahmadiyah yang ada di rumah tersebut dievakuasi. "Tapi mereka menolak," tuturnya.

Warga pun datang dengan bergelombang dan akhirnya bentrokan tidak bisa dihindarkan. "Kami ikut menyesalkan terjadinya bentrokan ini dan jatuh korban. Kami harap semua bisa menahan diri agar kejadian serupa tidak terjadi lagi," kata dia.

TPF ini, menurut dia, diharapkan mampu menyelidiki lebih dalam mengenai insiden bentrokan berdarah tersebut.

Sementara itu, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan, Ahmadiyah sebaiknya menjadi agama sendiri yang berada di luar Islam sebab ajaran itu mengatasnamakan Islam tetapi tidak sesuai dengan ajaran Islam.

"Seandainya Ahmadiyah menjadi agama sendiri, maka Ahmadiyah itu dalam posisi menjalani hak sebagai warga negara dalam beragama," kata Hasyim usai diskusi bertajuk "Gejolak Mesir dan Pengaruhnya terhadap Dunia Islam" di Jakarta, Senin.

Menurut dia, sikap pengikut Ahmadiyah yang bersikeras menyatakan diri Islam, membuat orang Islam merasa dilecehkan.

"Penodaan agama itu berbeda dengan kebebasan beragama. Ini kadang orang tidak bisa membedakan," kata pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok tersebut.

Namun demikian, lanjutnya, terlepas bahwa Ahmadiyah menyeleweng dari Islam, pengikutnya tetap tidak boleh diperlakukan tidak layak seperti yang terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Banten.

"Aparat kepolisian harus bertindak tegas dan menghukum para pelakunya," kata Hasyim terkait penyerangan terhadap pengikut Ahmadiyah di Cikeusik, Minggu (6/2) yang menewaskan tiga orang dan melukai sejumlah orang lainnya.

Dijelaskannya, sejak lama para ulama NU dan Muhammadiyah berusaha untuk menyadarkan warga Ahmadiyah agar menjalankan ajaran Islam secara benar, namun hal itu belum banyak berhasil.

"Tak mudah mengubah keyakinan seseorang. Ini yang kemudian terjadi gesekan-gesekan seperti kejadian di Cikeusik," katanya.

Hasyim mendukung penyelesaian masalah Ahmadiyah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri meski diakuinya pelaksanaan SKB di lapangan masih kedodoran.

"SKB tidak salah apa-apa. Sebagai ketentuan sudah relevan. Hanya pelaksanaan SKB yang kedodoran," katanya.

Sementara itu, cendekiawan Muslim Azyumardi Azra menilai insiden Ahmadiyah di Cikeusik bukan karena SKB tiga menteri.

Bahkan, lanjutnya, jika SKB diubah dan Ahmadiyah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, hal itu justru bertentangan dengan konstitusi yang memberikan dan mengizinkan orang untuk berserikat dan berkumpul.

"Jadi kalau untuk kepastian hukum harus bawa ke pengadilan," katanya.

Begitu juga dengan MUI. Bentrokan warga dan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten direspons Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Pandeglang. Sekretaris MUI Pandeglang Uwet Dimyati mengatakan, akan mengusulkan kepada pemerintah agar jemaah Ahmadiyah dibubarkan.

Uwet menilai pembubaran sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tahun 2008 tentang Ahmadiyah. Isinya antara lain menyebutkan menghentikan semua kegiatan yang tak sesuai dengan ajaran Islam. Penyimpangan itu antara lain meyakini adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW.

Pada kesempatan itu pula Uwet mengimbau masyarakat tidak anarkis menyikapi hal-hal yang tak sepaham.

Tidak ada komentar: